Senin, 03 Oktober 2011

PENGARUH TENTANG PERDAGANGAN BEBAS DI TINGKAT ASIA TERHADAP LULUSAN SARJANA IT


Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN ( ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN.
Ketika persetujuan AFTA ditandatangani resmi, ASEAN memiliki enam anggota, yaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kamboja pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh negara ASEAN. Keempat pendatang baru tersebut dibutuhkan untuk menandatangani persetujuan AFTA untuk bergabung ke dalam ASEAN, namun diberi kelonggaran waktu untuk memenuhi kewajiban penurunan tarif AFTA.
Tujuannya adalah sebagai berikut :
* Meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN
* Menarik investasi asing langsung ke ASEAN
Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema “Common Effective Preferential Tariff” (CEPT).
Anggota ASEAN memiliki pilihan untuk mengadakan pengecualian produk dalam CEPT dalam tiga kasus:
* Pengecualian sementara
* Produk pertanian sensitif
* Pengecualian umum (Sekretariat ASEAN, 2004)
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN–Cina (ASEAN–China Free Trade Area, ACFTA), adalah suatu kawasan perdagangan bebas di antara anggota-anggota ASEAN dan Cina. Kerangka kerjasama kesepakatan ini ditandatangani di Phnom Penh, Cambodia, 4 November 2002, dan ditujukan bagi pembentukan kawasan perdagangan bebas pada tahun 2010, tepatnya 1 Januari 2010. Setelah pembentukannya ini ia menjadi kawasan perdagangan bebas terbesar sedunia dalam ukuran jumlah penduduk dan ketiga terbesar dalam ukuran volume perdagangan, setelah Kawasan Perekonomian Eropa dan NAFTA.
Dampak Buruk Indonesia
Perdagangan bebas ASEAN-Cina per 1 Januari 2010 akan membuat banyak industri nasional gulung tikar karena kalah bersaing. Akibatnya, angka pengangguran diperkirakan melonjak. Pengusaha Indonesia yang tak mampu bersaing dengan Cina akan gulung tikar atau mengurangi kapasitas produksinya. Meski perdagangan bebas itu bisa juga berdampak signifikan pada industri nasional, karena neraca perdagangan Indonesia-Cina pernah mencatat surplus sekitar US$ 300 juta, tahun lalu Indonesia sudah mencatat defisit US$ 4 miliar. Terbesar di sektor nonmigas. Dalam jangka pendek perdagangan bebas ASEAN-Cina ini lebih banyak mengindikasikan kerugian dibanding keuntungan. Pemerintah kurang mempersiapkan industri dalam negeri bersaing imbang dengan industri di ASEAN, khususnya Cina.
Neraca perdagangan Indonesia-Cina menunjukkan defisit yang terus membesar sejak tahun lalu. Indonesia dengan kekuatan pasar domestik sebesar 230 juta penduduk merupakan target pasar yang sangat besar, yang pasti akan segera disambar industri negara tetangga. Perdagangan bebas akan mempercepat proses deindustrialisasi dan mempersempit kesempatan kerja.
Kesepakatan perdagangan bebas yang telah dilakukan sejak delapan tahun lalu itu malah akan memperburuk sektor manufaktur. Menjelang diimplementasikan bulan depan, kesepakatan itu mulai menuai masalah yang mengkhawatirkan. Celakanya, baru sepekan terakhir tujuh instansi baru mulai menghitung kemungkinan daya tahun industri manufaktur Indonesia. Dari faktor kerugian, dalam jangka pendek perdagangan bebas itu antara lain akan membuat perusahaan yang tidak efisien bangkrut. Akibat barang impor menjadi lebih murah, volume impor barang konsumsi naik sehingga menghabiskan devisa dan membuat nilai tukar rupiah menjadi sulit menguat.
Perusahaan juga cenderung akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga kerja tetap, sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka pengangguran diperkirakan meningkat. Dalam jangka pendek perdagangan bebas itu bisa membuat angka pengangguran membengkak lagi ke level di atas 9,5 persen jika sekitar 700 jenis produk terpaksa “hilang” karena kalah bersaing oleh produk Cina.  Padahal sektor industri merupakan sektor kedua terbesar setelah pertanian dalam penyerapan tenaga kerja. Situasi ketenagakerjaan ini tampaknya akan menjadi penyakit kronis yang bisa merapuhkan fundamental ekonomi Indonesia. Perdagangan bebas akan menjadi masalah baru dalam ketenagakerjaan di Indonesia.
Dalam jangka pendek, tampaknya Indonesia akan mengalami neto negatif yang tidak hanya merugikan sektor industri dan ketenagakerjaan, tapi juga penerimaan negara dari pajak.
CARA MENGANTISIPASINYA
Melihat dampak yang sangat luar biasa merugikan tersebut sebaiknya harus dilakukan antisipasi yang cepat dan menyeluruh. Langkah segera yang dapat diupayakan adalah pemerintah negosiasi ulang kesepakatan perdagangan bebas itu atau minimal menundanya, terutama untuk sektor-sektor yang belum siap.
Indonesia perlu melakukan seleksi produk untuk melindungi industri nasional. Misalnya, garmen Indonesia dibebaskan masuk ke negara lain, sementara industri makanan dibolehkan masuk. Pemerintah mencabut pungutan retribusi yang memberatkan dunia usaha di daerah agar industri lokal menjadi kompetitif. perbatasan provinsi. Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta adalah salah satu pintu masuk barang ke Indonesia, termasuk dari Cina dan negara Asean lainnya. Meski serbuan impor barang dari Cina diprediksi terjadi tiga bulan mendatang, pemerintah hanya bisa membendung barang impor melalui mekanisme non-tarif. Pengetatan pemeriksaan barang masuk di pelabuhan harus dilakukan karena negara lain juga melakukan hal sama. Memang, pengetatan pemeriksaan barang impor dalam jangka pendek bisa menahan serbuan produk Cina. Namun, pemerintah agaknya masih harus bekerja keras agar industri di Tanah Air bisa bersaing dengan produk impor yang lebih murah.
Di sisi lain, pemerintah harus menyiapkan industri domestik agar bisa lebih kompetitif dengan produk Cina serta memberikan kemudahan dalam bentuk pendanaan atau lainnya. Pemerintah harus memperbaiki berbagai kebijakan ekonomi untuk menghadapi perdagangan bebas. Pemerintah sebaiknya mengaktifkan rambu-rambu nontarif, seperti safeguard (jaring pengaman) dan dumping, yang selama ini dinilai tak punya gigi oleh para pengusaha.
Selain itu, masalah penyelundupan harus diselesaikan agar daya saing produk Indonesia bisa tercapai. Pasalnya, di luar penurunan tarif nol, sekarang disinyalir banyak produk ilegal yang masuk. Kalau tarifnya zero, berarti sudah tidak bisa ketahuan bedanya lagi, mana yang ilegal dan legal dengan tarif zero. Tetapi secara jangka panjang langkah-langkah tersebut tidak bisa dipertahankan. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, bangsa ini tidak bisa mengelak dari kebjaksanaan global tersebut. Masyarakat Industri harus berjuang dengan keras untuk memenangkan persaingan global yang semakin mengancam. Dibutuhkan kejelian dan kreatifitas untuk dapat menembus persaingan ketat tersebut. Beberapa hal yang menjadi keemahan barang industri China adalah kualitasnya. Kelemahan ini harus dimanfaatkan oleh pelaku industri di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar